26 September 2009

Tugas Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan

Perkuliahan Metodologi Penelitian Pendidikan

Sabtu, 3 Oktober 2009

Kelas D-08

Perkuliahan Metodologi Penelitian Pendidikan diselenggarakan guna membekali mahasiswa agar memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang metodologi penelitian pendidikan. Mata kuliah ini difokuskan pada materi yang berkaitan dengan konsep dasar metodologi penelitian pendidikan dan perancangan kegiatan penelitian pendidikan yang meliputi: identifikasi dan merumuskan masalah, melakukan kajian pustaka, serta merancang desain penelitian pendidikan yang terangkum dalam sebuah proposal penelitian pendidikan. Sebelum memulai pembahasan materi, saya ingin mengetahui pengalaman penelitian yang pernah Anda lakukan. Selain itu, ingin mengajak Anda untuk mengasah kepekaan terhadap permasalahan pendidikan yang Anda jumpai di lapangan. Untuk itu, jawablah beberapa pertanyaan berikut.

  1. Apa sumbangan penelitian bagi pengembangan pendidikan di Indonesia?
  2. Sebutkan permasalahan dalam dunia pendidikan yang menurut Anda perlu untuk diteliti!
  3. Pernahkah Anda melakukan penelitian?
  4. Jika pernah, apa jenis penelitian yang pernah Anda lakukan dan apa permasalahan yang pernah Anda teliti?


Kirimkan jawaban Anda ke E-mail saya:

derianggraini@yahoo.com
Batas waktu pengiriman jawaban

Sabtu, 3 Oktober 2009 pukul 24.00 WIB.


Persiapan kuliah Sabtu, 10 Oktober 2009

  1. Bacalah berbagai referensi terkait dengan materi: pendekatan untuk memperoleh kebenaran, hakikat penelitian, berbagai paradigma penelitian, sumbangan penelitian dalam pengembangan pendidikan, dan peta permasalahan pendidikan di Indonesia.
  2. Bacalah berbagai referensi terkait dengan materi: konsep, sejarah, tujuan, fungsi, ruang lingkup, ciri-ciri, komponen, dan proses penelitian pendidikan.


Kedua topik tersebut akan menjadi bahasan perkuliahan

Sabtu, 10 Oktober 2009.

Selamat belajar!

Tugas Metodologi Pembelajaran

Sesuai dengan silabus perkuliahan Metodologi Pembelajaran, materi yang menjadi topik bahasan pada pertemuan kedua adalah konsep belajar, pembelajaran, dan pengajaran. Pada perkuliahan ini, Saudara bisa mencari tersebut dari berbagai sumber, baik yang ada dalam dunia maya maupun buku. Berikut tiga pertanyaan yang perlu Anda cari jawabannya selama proses belajar.
  1. Carilah definisi belajar, pembelajaran, dan pengajaran menurut para ahli pendidikan? Uraikan definisi masing-masing istilah tersebut dan sebutkan sumbernya!
  2. Apakah pembelajaran sama dengan pengajaran?Jelaskan!
  3. Apa yang Anda ketahui tentang pendekatan, model, metode, strategi, dan teknik pembelajaran? Jelaskan!

Kirimkan jawaban Anda ke E-mail saya:
derianggraini@yahoo.com

Batas waktu pengiriman jawaban bagi kelas C-07 dan D-07
adalah Sabtu, 3 Oktober 2009 pukul 24.00 WIB.

Materi dan Tugas Kuliah Perencanaan Pembelajaran

MATERI I
KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN


A. Definisi Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2008:2). Sedangkan yang dimaksud pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, pembelajaran memusatkan perhatian pada "bagaimana membelajarkan siswa", dan bukan pada “apa yangdipelajari siswa”. Adapun perhatian terhadap apa yang dipelajari siswa merupakan bidang kajian dari kurikulum, yakni mengenai apa isi pembelajaran yang harus dipelajari siswa agar dapat tercapainya tujuan. Pembelajaran lebih menekankan pada bagaimana cara agar tercapai tujuan tersebut. Dalam kaitan ini hal-hal yang tidak bisa dilupakan untuk mencapai tujuan adalah bagaimana cara menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal.

Dalam konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media, pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Berdasarkan uraian di atas, konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu:
a. Perencanaan pengajaran sebagai teknologi adalah suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem-problem pengajaran.
b. Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem adalah sebuah susunan dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran. Pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang sistemik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada sistem perencanaan itu.
c. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah disiplin adalah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori tentang strategi pengajaran dan implementasinya terhadap strategi tersebut.
d. Perencanaan pengajaran sebagai sains (science) adalah mengkreasi secara detail spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dari materi pelajaran dengan segala tingkatan kompleksitasnya.
e. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses adalah pengembangan pengajaran secara sistemik yang digunakan secara khusus atas dasar teori-teori pembelajaran dan peng¬ajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Dalam perencanaan ini dilakukan analisis kebutuhan dari proses belajar dengan alur yang sistematik untuk mencapai tujuan pembe-lajaran. Termasuk di dalamnya melakukan evaluasi terhadap materi pelajaran dan aktivitas-aktivitas pengajaran.
f. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah realitas adalah ide pengajaran dikembangkan dengan memberikan hubungan pengajaran dari waktu ke waktu dalam suatu proses yang dikerjakan perencana dengan mengecek secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan secara sistematik.
Dengan mengacu kepada berbagai sudut pandang tersebut, maka perencanaan program pengajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pengajaran yang dianut dalam kurikulum. Penyusunan program pengajaran sebagai sebuah proses, disiplin ilmu pengetahuan, realitas, sistem dan teknologi pembelajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran berjalan dengan efektif dan efisien. Kurikulum khususnya silabus menjadi acuan utama dalam penyusunan perencanaan program pengajaran, namun kondisi sekolah/madrasah dan lingkungan sekitar, kondisi siswa dan guru merupakan hal penting jangan sampai diabaikan.


B. Dasar Perlunya Perencanaan Pembelajaran
Perlunya perencanaan pembelajaran sebagaimana disebutkan di atas, dimaksudkan agar dapat dicapai perbaikan pembelajaran. Upaya perbaikan pembelajaran ini dilakukan dengan asumsi berikut:
1. untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran;
2. untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan pendekatan sistem;
3. perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana seseorang belajar;
4. untuk merencanakan suatu desain pembelajaran diacukan pada siswa secara perseorangan;
5. pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan pembelajaran, dalam hal ini akan ada tujuan langsung pembelajaran, dan tujuan pengiring dari pembelajaran;
6. sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk belajar;
7. perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel pembelajaran;
8. inti dari desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perbaikan Kualitas Pembelajaran
Perbaikan kualitas pembelajaran haruslah diawali dengan perbaikan desain pembelajaran. Perencanaan pembelajaran dapat dijadikan titik awal dari upaya perbaikan kualitas pembelajaran. Hal ini dimungkinkan karena dalam desain pembelajaran, tahapan yang akan dilakukan oleh guru atau dosen dalam mengajar telah terancang dengan balk, mulai dari mengadakan analisis dari tujuan pembelajaran sampai dengan pelaksanaan evaluasi sumatif yang tujuannya untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pembelajaran Dirancang dengan Pendekatan Sistem
Untuk mencapai kualitas pembelajaran, desain pembelajaran yang dilakukan haruslah didasarkan pada pendekatan sistem. Hal ini disadari bahwa dengan pendekatan sistem akan memberikan peluang yang lebih besar dalam mengintegrasikan semua variabel yang memengaruhi belajar, termasuk keterkaitan antarvariabel pengajaran yakni variabel kondisi pembelajaran, variabel metode, dan variabel hasil pembelajaran.

Desain Pembelajaran Mengacu pada Bagaimana Seseorang Belajar
Kualitas pembelajaran juga banyak tergantung pada bagaimana pembelajaran itu dirancang. Rancangan pembelajaran biasanya dibuat berdasarkan pendekatan perancangnya. Apakah bersifat intuitif atau bersifat ilmiah. Jika bersifat intuitif, rancangan pembelajaran tersebut banyak diwarnai oleh kehendak perancangnya. Akan tetapi, jika dibuat berdasarkan pendekatan ilmiah, rancangan pembelajaran tersebut diwarnai oleh berbagai teori yang dikemukakan oleh para ilmuwan pembelajaran. Di samping itu, pendekatan lain adalah pembuatan rancangan pembelajaran bersifat intuitif ilmiah yang merupakan paduan antara keduanya, sehingga rancangan pembelajaran yang dihasilkan disesuaikan dengan pengalaman empiris yang pernah ditemukan pada saat melaksanakan pembelajaran yang dikembangkan pula dengan penggunaan teori-teori yang relevan. Berdasarkan tiga pendekatan ini, pendekatan intuitif ilmiah akan dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih sahih dari dua pendekatan lainnya bila hanya digunakan secara terpisah.

Berbagai teori yang telah dikembangkan mengenai belajar, misalnya teori behavioristik yang menekankan pada perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori pengelolaan informasi yang menekankan pada bagaimana suatu informasi itu diolah dan disimpan dalam ingatan. Teori ketiga berpijak pada psikologi kognitif yang memandang bahwa proses belajar adalah mengaitkan pengetahuan ke struktur pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, dan basil belajar berupa terbentuknya struktur pengetahuan baru yang lebih lengkap.

Desain Pembelajaran Diacukan pada Siswa Perorangan
Seseorang belajar memiliki potensi yang perlu dikembangkan. Tindakan atau perilaku belajar dapat ditata atau dipengaruhi, tetapi tindakan atau perilaku belajar itu akan tetap berjalan sesuai dengan karakteristik siswa. Siswa yang lambat dalam berpikir, tidak mungkin dapat dipaksa segera bertindak secara cepat. Sebaliknya siswa yang memiliki kemampuan berpikir tinggi tidak mungkin dipaksa bertindak dengan cara lambat. Dalam hal ini jika perencanaan pembelajaran tidak diacukan pada individu yang belajar seperti ini, maka besar kemungkinan bahwa siswa yang lambat belajar akan makin tertinggal, dan yang cepat berpikir makin maju pembelajarannya. Akibatnya proses pembelajaran yang dilakukan dalam suatu kelompok tertentu akan banyak mengalami hambatan karena perbedaan karakteristik siswa yang tidak diperhatikan. Hal lain yang merupakan karakteristik siswa adalah perkembangan intelektual siswa, tingkat motivasi, kemampuan berpikir, gaya kognitif, gaya belajar, kemampuan awal, dan lain-lain. Berdasarkan karakteristik ini, maka rancangan pembela mau tidak mau harus diacukan pada pertimbangan ini.

Desain Pembelajaran Harus Diacukan pada Tujuan
Hasil pembelajaran mencakup hasil langsung dan hasil tak langsung (pengiring). Perancangan pembelajaran perlu memilah hasil pembelajaran yang langsung dapat diukur setelah selesai pelaksanaan pembelajaran, dan hasil pembelajaran yang dapat terukur setelah melalui keseluruhan proses pembelajaran atau hasil pengiring. Perancang pembelajaran sering kali merasa kecewa dengan hasil nyata yang dicapainya karena ada sejumlah hasil yang tidak segera bisa diamati setelah pembelajaran berakhir terutama hasil pembelajaran yang termasuk pada ranah sikap. Padahal ketercapaian ranah sikap biasanya terbentuk setelah secara kumulatif dan dalam waktu yang relatif lama terintegrasi keseluruhan hasil langsung pembelajaran.

Desain Pembelajaran Diarahkan pada Kemudahan Belajar
Sebagaimana disebutkan di atas, pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa dan perancangan pembelajaran merupakan penataan upaya tersebut agar muncul perilaku belajar. Dalam kondisi yang ditata dengan baik, strategi yang direncanakan akan memberikan peluang dicapainya basil pembelajaran. Di samping itu, peran guru sebagai sumber belajar telah diatur secara terencana, pelaksanaan evaluasi baik formatif maupun sumatif telah terencana, memberikan kemudahan siswa untuk belajar. Dengan desain pembelajaran, setiap kegiatan yang dilakukan guru telah terencana, dan guru dapat dengan mudah melakukan kegiatan pembelajaran. Jika hal ini dilakukan dengan baik, sudah tentu sasaran akhir dari pembelajaran adalah terjadinya kemudahan belajar siswa dapat dicapai.

Desain Pembelajaran Melibatkan Variabel Pembelajaran
Desain pembelajaran diupayakan mencakup semua variabel pembelajaran yang dirasa turut memengaruhi belajar. Ada tiga variabel pembelajaran yang perlu dipertimbangkan dalam merancang pembelajaran. Ketiga variabel tersebut adalah variabel kondisi, metode, dan variabel hasil pembelajaran. Kondisi pembelajaran mencakup semua variabel yang tidak dapat dimanipulasi oleh perencana pembelajaran dan harus diterima apa adanya. Yang masuk dalam variabel ini adalah tujuan pembelajaran, karakteristik bidang studi, dan karakteristik siswa. Adapun variabel metode pembelajaran mencakup semua cara yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam kondisi tertentu. Yang masuk dalam variabel ini adalah strategi pengorganisasian pembelajaran, strategi penyampaian pembelajaran, dan strategi pengelolaan pembelajaran. Adapun variabel hasil pembelajaran mencakup semua akibat yang muncul dari penggunaan metode pada kondisi tertentu, seperti keefektifan pembelajaran, efisiensi pembelajaran, dan daya tarik pembelajaran.

Desain Pembelajaran Penetapan Metode untuk Mencapai Tujuan
Inti dari desain pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Fokus utama perancangan pembelajaran adalah pada pemilihan, penetapan, dan pengembangan variabel metode pembelajaran. Pemilihan metode pembelajaran harus didasarkan pada analisis kondisi dan hasil pembelajaran. Analisis akan menunjukkan bagaimana kondisi pembelajarannya, dan apa hasil pembelajaran yang diharapkan. Setelah itu, barulah menetapkan dan mengembangkan metode pembelajaran yang diambil dari setelah perancang pembelajaran mempunyai informasi yang lengkap mengenai kondisi nyata yang ada dan hasil pembelajaran yang diharapkan.

Ada tiga prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam upaya menetapkan metode pembelajaran. Ketiga prinsip tersebut adalah (1) tidak ada satu metode pembelajaran yang unggul untuk semua tujuan dalam semua kondisi, (2) metode (strategi) pembelajaran yang berbeda memiliki pengaruh yang berbeda dan konsisten pada hasil pembelajaran, dan (3) kondisi pembelajaran bisa memiliki pengaruh yang konsisten pada hasil pengajaran.

C. Manfaat Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran memainkan peran penting dalam memandu guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dalam melayani kebutuhan belajar siswanya. Perencanaan pembelajaran juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses pembelajaran berlangsung.
Terdapat beberapa manfaat perencanaan pembelajaran dalam proses belajar mengajar yaitu:
1. sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan;
2. sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan;
3. sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid;
4. sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja;
5. untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja;
6. untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat, dan biaya.
Sedangkan penerapan konsep dan prinsip pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat untuk:
1. Menghindari duplikasi dalam memberikan materi pelajaran.
Dengan menyajikan materi pelajaran yang benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai, dapat dihindari terjadinya duplikasi dan pemberian materi pelajaran yang terlalu banyak.
2. Mengupayakan konsistensi kompetensi yang ingin dicapai mengajarkan suatu mata pelajaran. Dengan kom¬petensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapapun yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang dari kompetensi dan materi yang telah ditentukan.
3. Meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempurnaan siswa.
4. Membantu mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih dipermudah dengan menggunakan tolok ukur standar kompetensi
5. memperbarui sistem evaluasi dan laporan hasil belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan berdasar pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas perbandingan dengan hasil belajar siswa yang lain.
6. Memperjelas komunikasi dengan siswa tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman belajar yang harus dilakukan, dan cara yang digunakan untuk menentukan keberhasilan belajarnya.
7. Meningkatkan akuntabilitas publik. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat digunakan untuk mempertanggung-jawabkan kegiatan pembelajaran kepada publik.
8. Memperbaiki sistem sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih spesifik dan terperinci, sekolah/madrasah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang menyatakan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.

D. Dimensi-dimensi Perencanaan

Berbicara tentang dimensi perencanaan pembelajaran yakni berkaitan dengan cakupan dan sifat-sifat dari beberapa karakteristik yang ditemukan dalam perencanaan pembelajaran. Pertimbangan terhadap dimensi-dimensi itu menurut Harjanto (via Majid, 2008:18) memungkinkan diadakannya perencanaan komprehensif yang menalar dan efisien sebagai berikut.
1. Signifikansi
Tingkat signifikansi tergantung pada tujuan pendidikan yang diajukan dan signifikansi dapat ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria yang dibangun selama proses perencanaan.
2. Feasibilitas
Maksudnya perencanaan harus disusun berdasarkan pertimbangan realistik, baik yang berkitan dan biaya maupun pengimplementasiannya.
3. Relevansi
Konsep relevansi berkaitan dengan jaminan bahwa perencanaan memungkinkan penyelesaian persoalan secara lebih spesifik pada waktu yang tepat agar dapat dicapai tujuan spesifik secara optimal.
4. Kepastian
Konsep kepastian minimum diharapkan dapat mengurangi kejadian-kejadian yang tidak terduga.
5. Ketelitian
Prinsip utama yang perlu diperhatikan ialah agar perencanaan pembelajaran disusun dalam bentuk yang sederhana, serta perlu diperhatikan secara sensitif kaitan-kaitan yang pasti terjadi antara berbagai komponen.
6. Adaptabilitas
Diakui bahwa perencanaan pembelajaran bersifat dinamis, sehingga perlu senantiasa mencari informasi sebagai balikan. Penggunaan berbagai proses memungkinkan perencanaan yang fleksibel atau adaptable dapat dirancang untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan.
7. Waktu
Faktor yang berkaitan dengan waktu cukup banyak, selain keterlibatan perencanaan dalam memprediksi masa depan, juga validasi dan reliabilitas analisis yang dipakai, serta kapan untuk menilai kebutuhan kependidikan masa kini dalam kaitannya dengan masa mendatang.
8. Monitoring
Monitoring merupakan proses mengembangkan kriteria untuk menjamin bahwa berbagai komponen bekerja secara efektif.
9. Isi perencanaan
Isi merencanakan merujuk pada hal-hal yang akan direncanakan. Perencanaan pengajaran yang baik perlu memuat:
a. Tujuan apa yang diinginkan, atau bagaimana cara mengorganisasi aktivitas belajar dan layanan-layanan pendu¬kungnya
b. Program dan layanan, atau bagaimana cara mengorganisasi aktivitas belajar dan layanan-layanan pendu¬kungnya.
c. Tenaga manusia, yakni mencakup cara-cara mengembangkan prestasi, spesialisasi, perilaku, kompetensi, maupun kepuasan mereka.
d. Keuangan, meliputi rencana pengeluaran dan rencana penerimaan.
e. Bangunan fisik mencakup tentang cara-cara penggunaan pola distribusi dan kaitannya dengan pengembangan psikologis
f. Struktur organisasi, maksudnya bagaimana cara mengorganisasi dan manajemen operasi dan pengawasan program dan aktivitas kependidikan yang direncanakan.
g. Konteks sosial atau elemen-elemen lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pengajaran.

Pengembangan program pembelajaran dimaksud adalah rumusan-rumusan tentang apa yang akan dilakukan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, sebelum kegiatan belajar mengajar sesungguhnya dilaksanakan. Hal ini menunjukkan bahwa guru harus mempersiapkan perangkat yang harus dilaksanakan dalam merencanakan program. Hidayat (via Majid, 2008:21) mengemukakan bahwa perangkat yang harus dipersiapkan dalam perencanaan pembelajaran antara lain (1) memahami kurikulum, (2) menguasai bahan ajar, (3) menyusun program pengajaran, (4) melaksanakan program pengajaran, dan (5) menilai program pengajaran dan hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

Konsep pembelajaran berbasis kompetensi mensyaratkan dirumuskannya secara jelas kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan tolok ukur pencapaian kompetensi, maka dalam kegiatan pembelajaran siswa akan terhindar dari mempelajari materi yang tidak menunjang tercapainya penguasaan kompetensi. Pencapaian setiap kompetensi tersebut terkait erat dengan sistem pembelajaran. Dengan demikian komponen minimal pembelajaran berbasis kompetensi adalah:
a. pemilihan dan perumusan kompetensi yang tepat;
b. spesifikasi indikator penilaian untuk menentukan pencapaian kompetensi;
c. pengembangan sistem penyampaian yang fungsional dan relevan dengan kompetensi dan sistem penilaian.

E. Prinsip-prinsip Umum tentang Mengajar

Prinsip-prinsip umum yang harus dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar adalah sebagai berikut.
1. Mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa. Apa yang telah dipelajari merupakan dasar dalam mempelajari bahan yang akan diajarkan. Oleh karena itu, tingkat kemampuan siswa sebelum proses belajar mengajar berlangsung harus diketahui guru. Tingkat kemampuan semacam ini disebut entry behaviour. Entry behaviuor dapat diketahui di antaranya dengan melakukan pretes. Hal ini sangat penting agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
2. Pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat praktis. Bahan pelajaran yang bersifat praktis berhubungan dengan situasi kehidupan. Hal ini dapat menarik minat, sekaligus dapat memotivasi belajar.
3. Mengajar harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa.
Ada perbedaan individual dalam kesanggupan belajar. Setiap individu mempunyai kemampuan potensial seperti bakat dan inteligensi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Apa yang dapat dipelajari seseorang secara cepat, mungkin tidak dapat dilakukan oleh yang lain dengan cara yang sama. Oleh karena itu, mengajar harus memperhatikan perbedaan tingkat kemampuan masing-masing siswa.
4. Kesiapan (readiness) dalam belajar sangat penting dijadikan landasan dalam mengajar. Kesiapan adalah kapasitas (kemampuan potensial) baik bersifat fisik maupun mental untuk melakukan sesuatu. Apabila siswa siap untuk melakukan proses belajar, hasil belajar dapat diperoleh dengan baik. Sebaliknya bila tidak siap, tidak akan diperoleh hasil yang baik. Oleh karena itu, pengajaran dilaksanakan kalau individu mempunyai kesiapan.
5. Tujuan pengajaran harus diketahui siswa.
Tujuan pengajaran merupakan rumusan tentang perubahan perilaku apa yang diperoleh setelah proses belajar mengajar. Apabila tujuan pengajaran diketahui, siswa mempunyai motivasi untuk belajar. Agar tujuan mudah diketahui, harus dirumuskan secara khusus.
6. Mengajar harus mengikuti prinsip psikologis tentang belajar. Para ahli psikologi merumuskan prinsip bahwa belajar itu harus bertahap dan meningkat. Oleh karena itu, dalam mengajar haruslah mempersiapkan bahan yang bersifat gradual, yaitu dari sederhana kepada yang kompleks (rumit); dari konkret kepada yang abstrak; dari umum (general) kepada yang kompleks; dari yang sudah diketahui (fakta) kepada yang tidak diketahui (konsep yang bersifat abstrak); dengan menggunakan prinsip induksi ke induksi atau sebaliknya, dan sering menggunakan reinforcement (penguatan).

F. Tipe-tipe Belajar
Dalam praktik pengajaran, penggunaan suatu dasar teori untuk segala situasi merupakan tindakan kurang bijaksana. Tidak ada suatu teori belajar pun cocok untuk segala situasi. Karena masing-masing mempunyai landasan yang berbeda dan cocok untuk situasi tertentu. Robert M. Gagne mencoba melihat berbagai teori belajar dalam satu kebulatan yang Baling melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne, belajar mempunyai delapan tipe. Kedelapan tipe 1tu bertingkat, ada hierarki dalam masing-masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar di atasnya.

Tipe belajar dikemukakan oleh Gagne pada hakikatnya merupakan prinsip umum baik dalam belajar maupun mengajar. Artinya, dalam mengajar atau membimbing siswa belajar pun terdapat tingkatan sebagaimana tingkatan belajar di atas. Kedelapan tipe itu adalah sebagai berikut.
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar isyarat mirip dengan conditioned respons atau respons bersyarat. Seperti menutup mulut dengan telunjuk, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dengan telunjuk dan lambaian tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar semacam ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi, respons yang dilakukan itu bersifat umum, kabur, dan emosional.
2. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus Respons Learning)
Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur, dan emosional. Tipe belajar S–R, respons bersifat spesifik. 2 x 3 = 6 adalah bentuk suatu hubungan S–R. Mencium bau masakan sedap, keluar air liur, itu pun ikatan S–R. Jadi, belajar stimulus respons sama dengan teori asosiasi (S–R bond). Setiap respons dapat diperkuat dengan reinforcement. Hal ini berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons.
3. Belajar Rangkaian (Chaining)
Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antara berbagai S–R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik; seperti gerakan dalam mengikat sepatu, makan-minum-merokok; atau gerakan verbal seperti selamat-tinggal, bapak-ibu.
4. Asosiasi Verbal (Verbal Assosiation)
Tipe belajar ini adalah mampu mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada sesuatu yang sudah dimilikinya. Misal "pyramids itu berbangun limas" adalah contoh tipe belajar asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa piramida berbentuk limas kalau ia mengetahui berbagai bangun, seperti balok, kubus, dan kerucut. Hubungan atau asosiasi verbal terbentuk bila unsur-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu mengikuti yang lain.
5. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian seperti membedakan berbagai bentuk wajah, hewan, tumbuhan, dan lain-lain.
6. Belajar Konsep (Concept Learning)
Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran terhadap fakta atau realita, dan hubungan antara berbagai fakta. Suatu konsep dapat diklasifikasi berdasarkan ciri tertentu. Misalnya konsep tentang manusia, konsep burung, konsep ikan, dan lain-lain. Kemampuan seseorang dapat membentuk konsep apabila orang tersebut dapat melakukan diskriminasi.
7. Belajar Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan adalah lebih meningkat dari tipe belajar konsep. Dalam belajar aturan, seseorang dipandang telah memiliki berbagai konsep yang dapat untuk mengemukakan berbagai formula, hukum, atau dalil. Misalnya seseorang langsung mengatakan bahwa dalam suatu segi tiga besar sudut seluruhnya adalah 180 derajat.
8. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Tipe belajar yang terakhir adalah memecahkan masalah. Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang apabila dalam dirinya sudah mampu meng¬aplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan masalah yang dihadapinya. Dalam memecahkan masalah diperlukan waktu yang cukup, bahkan ada yang memakan waktu terlalu lama. Juga sering kali harus melalui berbagai langkah, seperti mengenal tiap unsur dalam masalah itu. Dalam segala langkah diperlukan pemikiran sehingga dalam memecahkan masalah akan diperoleh hasil yang optimal.

Kedelapan tipe belajar di atas tampaknya para ahli sepakat merupakan sr yang memiliki hierarki. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar selanjutnya. Sebaliknya tiap tipe belajar memerlukan penguasaan pada tipe belajar di tingkat bawahnya. Belajar memecahkan masalah misalnya harus menguasai sejumlah aturan yang relevan, seterusnya untuk belajar aturan perlu penguasaan beberapa konsep yang digunakan pada aturan.

Dalam kaitan dengan perencanaan pengajaran, tipe belajar ini perlu mendapat perhatian, sebab hal ini menjadi salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan pengajaran yang diberikan kepada siswa. Dengan kata lain, agar siswa belajar mencapai taraf yang lebih tinggi, diperlukan kemampuan guru dalam menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana yang telah diuraikan di atas.


SUMBER PUSTAKA

Majid, Abdul. 2008. Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Uno, Hamzah B. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Pertanyaan
1. Apakah yang dimaksud dengan perencanaan pembelajaran?
2. Benarkah perencanaan pembelajaran penting dalam pembelajaran? Kalau demikian,
apa fungsi perencanaan pembelajaran?
3. Benarkah perencanaan pembelajaran dapat memperbaiki kualitas pembelajaran?

Kirimkan jawaban Anda ke E-mail saya: derianggraini@yahoo.com
Batas waktu pengiriman jawaban bagi kelas A-07 dan B-07 adalah Jumat, 2 Oktober 2009
pukul 24.00.

14 September 2009

Materi dan Tugas Bahasa Indonesia 3


BAB I

HAKIKAT KETERAMPILAN BERBAHASA


Setiap orang memiliki tingkat keterampilan berbahasa yang berbeda-beda. Ada orang yang memiliki keterampilan berbahasa tinggi, sedang, dan rendah. Orang yang keterampilan berbahasanya tinggi akan mudah mencapai tujuan komunikasi yang ia lakukan. Begitu juga sebaliknya, orang yang keterampilan berbahasanya sedang atau rendah, kualitas pencapaian tujuan komunikasi yang ia lakukan lebih rendah daripada orang berketerampilan berbahasa tinggi. Kondisi tersebut tidak terlepas dari pembawaan manusia sejak lahir. Namun, tidak berarti keterampilan berbahasa seseorang tidak bisa berkembang. Keterampilan berbahasa seseorang dapat berkembang dengan cara berlatih.

A. Pengertian Keterampilan Berbahasa

Keterampilan berbahasa merupakan sesuatu yang penting untuk dikuasai setiap orang. Dalam suatu masyarakat, setiap orang saling berhubungan dengan orang lain dengan cara berkomunikasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa keterampilan berbahasa adalah salah satu unsur penting yang menentukan kesuksesan mereka dalam berkomunikasi.

Pengirim pesan aktif memilih pesan yang akan disampaikan, memformulasikannya dalam wujud lambang-lambang berupa bunyi/tulisan. Proses demikian disebut proses encoding. Kemudian, lambang-lambang berupa bunyi/tulisan tersebut disampaikan kepada penerima. Selanjutnya, si penerima pesan aktif menerjemahkan lambang-lambang berupa bunyi/tulisan tersebut menjadi makna sehingga pesan tersebut dapat diterima secara utuh. Proses tersebut disebut decoding. Jadi, kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut harus sama-sama memiliki keterampilan, yaitu si pengirim harus memiliki keterampilan memilih lambang-lambang (bunyi/tulisan) guna menyampaikan pesan dan si penerima harus terampil memberi makna terhadap lambang (bunyi/tulisan) yang berisi pesan yang disampaikan.

Dalam berkomunikasi, si pengirim mungkin menyampaikan pesan berupa pikiran, perasaan, fakta, kehendak dengan menggunakan lambang-lambang berupa bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan. Dengan kata lain, dalam proses encoding, si pengirim mengubah pesan menjadi bentuk-bentuk bahasa yang berupa bunyi-bunyi yang diucapkan. Selanjutnya pesan yang diformulasikan dalam wujud bunyi-bunyi (bahasa lisan) tersebut disampaikan kepada penerima. Aktivitas tersebut biasa kita kenal dengan istilah berbicara. Di pihak lain, si penerima melakukan aktivitas decoding berupa pengubahan bentuk-bentuk bahasa yang berupa bunyi-bunyi lisan tersebut kembali menjadi pesan. Aktivitas tersebut biasa kita sebut dengan istilah menyimak.

Ada pula pengirim menyampaikan pesan itu dengan menggunakan lambang-lambang berupa tulisan. Dalam proses encoding, si pengirim mengubah pesan menjadi bentuk-bentuk bahasa tertulis, kemudian dikirimkan kepada penerima. Aktivitas tersebut biasa kita sebut dengan istilah menulis. Kemudian, si penerima dalam proses decoding berupaya memaknai bentuk-bentuk bahasa tertulis itu sehingga pesan dapat diterima secara utuh. Aktivitas tersebut kita kenal dengan istilah membaca. Dalam kenyataan, aktivitas komunikasi dalam wujud berbicara, mendengarkan, menulis, dan membaca tidaklah sesederhana gambaran pada komunikasi yang bersifat satu arah. Komunikasi yang terjadi sering pula bersifat dua arah. Bahkan komunikasi sering pula terjadi dalam wujud multiarah. Dalam komunikasi yang sesungguhnya, ketika melakukan proses encoding si pengirim berada dalam suatu konteks yang berupa ruang, waktu, peran, serta konteks budaya yang menjadi latar belakang pengirim dan penerima. Keberhasilan suatu proses komunikasi sangat bergantung kepada proses encoding dan decoding yang sesuai dengan konteks komunikasi. Seseorang dikatakan memiliki keterampilan berbahasa dalam posisi sebagai pengirim pesan, dalam proses encoding ia terampil memilih bentuk-bentuk bahasa yang tepat, sesuai dengan konteks komunikasi. Kemudian, ia dapat dikatakan memiliki keterampilan berbahasa dalam posisi sebagai penerima pesan, dalam proses decoding ia mampu mengubah bentuk-bentuk bahasa yang diterimanya dalam suatu konteks komunikasi menjadi pesan yang utuh, yang sama dengan yang dimaksudkan oleh si pengirim. Dengan kata lain, seseorang dikatakan memiliki keterampilan berbicara apabila yang bersangkutan terampil memilih bunyi-bunyi bahasa (berupa kata, kalimat, serta tekanan dan nada) secara tepat serta memformulasikannya secara tepat pula guna menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan, fakta, perbuatan dalam suatu konteks komunikasi. Kemudian, seorang dikatakan terampil menyimak apabila yang bersangkutan memiliki kemampuan menafsirkan makna dari bunyi-bunyi bahasa (berupa kata, kalimat, tekanan, dan nada) yang disampaikan pembicara dalam suatu konteks komunikasi. Selanjutnya, seseorang dikatakan memiliki keterampilan menulis bila yang bersangkutan dapat memilih bentuk-bentuk bahasa tertulis (berupa kata, kalimat, paragraf) serta menggunakan retorika (organisasi tulisan) yang tepat guna mengutarakan pikiran, perasaan, gagasan, dan fakta. Seseorang dikatakan terampil membaca bila yang bersangkutan dapat menafsirkan makna dan bentuk-bentuk bahasa tertulis (berupa kata, kalimat, paragraf, dan organisasi tulisan) yang dibacanya.


B. Manfaat Keterampilan Berbahasa

Dapat dibayangkan apabila kita tidak memiliki kemampuan berbahasa. Kita tidak dapat mengungkapkan pikiran, tidak dapat mengekspresikan perasaan, dan tidak dapat melaporkan fakta-fakta yang kita amati. Di pihak lain, kita tidak dapat memahami pikiran, perasaan, gagasan, dan fakta yang disampaikan oleh orang kepada kita.

Jangankan tidak memiliki kemampuan, kita pun akan mengalami kesulitan-kesulitan apabila keterampilan berbahasa yang kita miliki tergolong rendah. Sebagai guru, kita akan mengalami kesulitan dalam menyajikan materi pelajaran kepada para siswa bila keterampilan berbicara yang kita miliki tidak memadai atau di pihak lain para siswa akan mengalami kesulitan menangkap pelajaran yang kita sampaikan secara lisan karena keterampilan berbicara yang kita miliki tidak memadai atau karena kemampuan siswa rendah dalam menyimak. Begitu juga pengetahuan dan kebudayaan tidak akan dapat disampaikan dengan sempurna, bahkan tidak akan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya apabila kita tidak memiliki keterampilan menulis. Demikian juga sebaliknya, kita tidak akan dapat memperoleh pengetahuan yang disampaikan para pakar apabila kita tidak memiliki keterampilan membaca yang memadai.

Banyak contoh lain yang menunjukkan betapa pentingnya keterampilan berbahasa dalam kehidupan. Bagi seorang manajer misalnya, keterampilan berbicara memegang peran penting. Ia hanya bisa mengelola karyawan di departemen yang dipimpinnya apabila ia memiliki keterampilan berbicara. Kepemimpinannya baru akan berhasil bila didukung pula oleh keterampilannya menyimak, membaca, dan juga menulis yang berkaitan dengan profesinya. Sebaliknya, jabatan sebagai seorang manajer tidak akan pernah diraih apabila yang bersangkutan tidak dapat meyakinkan otoritas yang berkaitan melalui keterampilannya berbicara dan menulis.

Profesi-profesi di bidang masyarakat, pemasaran/penjualan, politik, hukum (jaksa, hakim, pengacara) adalah contoh-contoh bidang pekerjaan yang mensyaratkan dimilikinya keterampilan berbahasa, baik menyimak, berbicara, membaca, maupun menulis. Masih banyak lagi contoh lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang menunjukkan betapa pentingnya keterampilan berbahasa harus dikuasai.


C. Aspek Keterampilan Berbahasa

Keterampilan berbahasa (language skills) mencakup empat keterampilan berikut.

  1. Keterampilan menyimak (listening skills)
  2. Keterampilan berbicara (speaking skills)
  3. Keterampilan membaca (reading skills)
  4. Keterampilan menulis (writing skills)

Keempat keterampilan berbahasa itu saling berkait satu sama lain, sehingga untuk mempelajari salah satu keterampilan berbahasa, beberapa keterampilan berbahasa lainnya juga akan terlibat.


Tabel 1: Empat Aspek Keterampilan Berbahasa

Ciri-ciri

Lisan

Tulisan

Reseptif

Mendengarkan

Membaca

Produktif

Berbicara

Menulis


Dalam memperoleh keterampilan berbahasa biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula, pada masa kecil, kita belajar menyimak/mendengarkan bahasa, kemudian berbicara, membaca, dan menulis. Dengan demikian, rangkaian pemerolehan keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, kemudian menulis. Keterampilan menyimak dan berbicara kita pelajari sebelum memasuki sekolah, sedangkan keterampilan membaca dan menulis pada umumnya dipelajari di sekolah. Keempat aspek keterampilan berbahasa berhubungan satu sama lain.

1. Keterampilan menyimak (listening skills)

Menyimak merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa ragam lisan yang bersifat reseptif. Dengan demikian, menyimak tidak sekadar kegiatan mendengarkan tetapi juga memahaminya. Ada dua jenis situasi dalam menyimak, yaitu situasi menyimak secara interaktif dan situasi menyimak secara noninteraktif. Menyimak secara interaktif terjadi dalam percakapan tatap muka dan percakapan di telepon atau yang sejenisnya. Dalam menyimak jenis ini, kita bergantian melakukan aktivitas menyimak dan berbicara. Oleh karena itu, kita memiliki kesempatan untuk bertanya guna memperoleh penjelasan, meminta lawan bicara mengulang apa yang diucapkan olehnya atau mungkin memintanya berbicara agak lebih lambat. Kemudian, contoh situasi-situasi mendengarkan noninteraktif, yaitu mendengarkan radio, TV, film, khotbah, atau menyimak dalam acara-acara seremonial. Dalam situasi menyimak noninteraktif tersebut, kita tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa pembicara mengulangi apa yang diucapkan, dan tidak bisa meminta pembicaraan diperlambat.

Berikut ini adalah keterampilan-keterampilan mikro yang terlibat ketika kita berupaya untuk memahami apa yang kita dengar, yaitu pendengar harus mampu menguasai beberapa hal berikut:

  1. menyimpan/mengingat unsur bahasa yang didengar menggunakan daya ingat jangka pendek (short-term memory);
  2. berupaya membedakan bunyi-bunyi yang membedakan arti dalam bahasa target;
  3. menyadari adanya bentuk-bentuk tekanan dan nada, warna suara, intonasi, dan adanya reduksi bentuk-bentuk kata;
  4. membedakan dan memahami arti kata-kata yang didengar;
  5. mengenal bentuk-bentuk kata khusus (typical word-order patterns);
  6. mendeteksi kata-kata kunci yang mengidentifikasi topik dan gagasan;
  7. menebak makna dari konteks;
  8. mengenal kelas-kelas kata (grammatical word classes);
  9. menyadari bentuk-bentuk dasar sintaksis;
  10. mengenal perangkat-perangkat kohesif (recognize cohesive devices);
  11. mendeteksi unsur-unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, preposisi, dan unsur-unsur lainnya.

2. Keterampilan berbicara (speaking skills)

Berbicara merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa ragam lisan yang bersifat produktif. Sehubungan dengan keterampilan berbicara ada tiga jenis situasi berbicara, yaitu interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi berbicara interaktif, misalnya percakapan secara tatap muka dan berbicara lewat telepon yang memungkinkan adanya pergantian antara berbicara dan menyimak, dan juga memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan atau kita dapat meminta lawan bicara memperlambat tempo bicara dari lawan bicara. Kemudian, ada pula situasi berbicara yang semiinteraktif, misalnya alam berpidato di hadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka. Beberapa situasi berbicara dapat dikatakan betul-betul bersifat noninteraktif, misalnya berpidato melalui radio atau televisi.

Berikut ini beberapa keterampilan mikro yang harus dimiliki dalam berbicara. Seorang pembicara harus dapat:

  1. mengucapkan bunyi-bunyi yang berbeda secara jelas sehingga pendengar dapat membedakannya;
  2. menggunakan tekanan dan nada serta intonasi yang jelas dan tepat sehingga pendengar dapat memahami apa yang diucapkan pembicara;
  3. menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang tepat;
  4. menggunakan register atau ragam bahasa yang sesuai terhadap situasi komunikasi, termasuk sesuai ditinjau dari hubungan antara pembicara dan pendengar;
  5. berupaya agar kalimat-kalimat utama (the main sentence constituents) jelas bagi pendengar;
  6. berupaya mengemukakan ide-ide atau informasi tambahan guna menjelaskan ide-ide utama;
  7. berupaya agar wacana berpautan secara selaras sehingga pendengar mudah mengikuti pembicaraan.

3. Keterampilan membaca (reading skills)

Membaca merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa ragam tulis yang bersifat reseptif. Keterampilan membaca dapat dikembangkan secara tersendiri, terpisah dari keterampilan menyimak dan berbicara. Tetapi, pada masyarakat yang memiliki tradisi literasi yang telah berkembang, sering kali keterampilan membaca dikembangkan secara terintegrasi dengan keterampilan menyimak dan berbicara.

Keterampilan-keterampilan mikro yang terkait dengan proses membaca yang harus dimiliki pembaca adalah:

  1. mengenal sistem tulisan yang digunakan;
  2. mengenal kosakata;
  3. menentukan kata-kata kunci yang mengidentifikasikan topik dan gagasan utama;
  4. menentukan makna-makna kata, termasuk kosakata split, dari konteks tertulis;
  5. mengenal kelas kata gramatikal: kata benda, kata sifat, dan sebagainya;
  6. menentukan konstituen-konstituen dalam kalimat, seperti subjek, predikat, objek, dan preposisi;
  7. mengenal bentuk-bentuk dasar sintaksis;
  8. merekonstruksi dan menyimpulkan situasi, tujuan-tujuan, dan partisipan;
  9. menggunakan perangkat kohesif leksikal dan gramatikal guna menarik kesimpulan-kesimpulan;
  10. menggunakan pengetahuan dan perangkat-perangkat kohesif leksikal dan gramatikal untuk memahami topik utama atau informasi utama;
  11. membedakan ide utama dari detail-detail yang disajikan;
  12. menggunakan strategi membaca yang berbeda terhadap tujuan-tujuan membaca yang berbeda, seperti skimming untuk mencari ide-ide utama atau melakukan studi secara mendalam.

4. Keterampilan menulis (writing skills)

Menulis merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa ragam tulis yang bersifat produktif. Menulis dapat dikatakan keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Ini karena menulis bukanlah sekadar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat; melainkan juga mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur.

Berikut ini keterampilan-keterampilan mikro yang diperlukan dalam menulis, penulis perlu untuk:

  1. menggunakan ortografi dengan benar, termasuk di sini penggunaan ejaan;
  2. memilih kata yang tepat;
  3. menggunakan bentuk kata dengan benar;
  4. mengurutkan kta-kata dengan benar;
  5. menggunakan struktur kalimat yang tepat dan jelas bagi pembaca;
  6. memilih genre tulisan yang tepat, sesuai dengan pembaca yang dituju;
  7. mengupayakan ide-ide atu informasi utama didukung secara jelas oleh ide-ide atau informasi tambahan;
  8. mengupayakan terciptanya paragraf dan keseluruhan tulisan koheren sehingga pembaca mudah mengikuti jalan pikiran atau informasi yang disajikan;
  9. membuat dugaan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca sasaran mengenai subjek yang ditulis dan membuat asumsi mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui dan penting untuk ditulis.

D. Keterkaitan Antaraspek Keterampilan Berbahasa

Setiap keterampilan berbahasa mempunyai hubungan yang erat antara keterampilan berbahasa yang satu dengan lainnya. Keempat keterampilan berbahasa tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan, merupakan caturtunggal.

1. Menyimak dan Berbicara

Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung, merupakan komunikasi tatap muka atau face to face communication (Brooks, via Tarigan, 2008:3). Antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan yang erat, ternyata dari hal-hal berikut ini.

  1. Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi). Oleh karena itu, model atau contoh yang disimak serta direkam oleh anak sangat penting alam penguasaan serta kecakapan berbicara.
  2. Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang (stimulan) yang ditemuinya (misalnya kehidupan desa atau kota) dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam penyampaian gagasan-gagasannya.
  3. Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan di alam masyarakat tempatnya hidup. Hal ini misalnya terlihat nyata dalam ucapan, intonasi, kosakata, penggunaan kata-kata, dan pola-pola kalimatnya.
  4. Anak yang lebih kecil dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit daripada kalimat-kalimat yang dapat diucapkannya.
  5. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti pula membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
  6. Bunyi suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata sang anak. Oleh karena itu, sang anak akan tertolong kalau dia mendengar serta menyimak ujaran-ujaran yang baik dan benar dari para guru, rekaman-rekaman yang bermutu, cerita-cerita yang bernilai tinggi, dan lain-lain.
  7. Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik dari pihak penyimak. Umumnya sang anak mempergunakan bahasa yang didengar serta disimaknya (Dawson, via Tarigan, 2008: 3)

Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas mengenai hubungan, persamaan dan perbedaan antara menyimak dan berbicara, perhatikanlah gambar berikut ini.


2. Menyimak dan Membaca

Menyimak dan membaca mempunyai persamaan: kedua-duanya bersifat reseptif, bersifat menerima. Bedanya, menyimak menerima informasi dari sumber lisan, sedangkan membaca menerima informasi dari sumber lisan, sedangkan membaca menerima informasi dari sumber tertulis. Dengan perkataan lain: menyimak menerima informasi dari kegiatan berbicara, sedangkan membaca menerima informasi dari kegiatan menulis.



MENYIMAK

reseptif

(menerima informasi dari sumber)

LISAN

(hasil kegiatan berbicara)

MEMBACA

TULISAN

(hasil kegiatan menulis)



Keterampilan menyimak juga merupakan faktor penting bagi keberhasilan seseorang dalam belajar membaca secara efektif. Penelitian para pakar atau ahli telah memperlihatkan beberapa hubungan antara membaca dengan menyimak sebagai berikut.

a. Pengajaran serta petunjuk-petunjuk dalam membaca disampaikan oleh sang guru melalui bahasa lisan dan kemampuan sang anak untuk menyimak dengan pemahaman ternyata penting sekali.

b. Menyimak merupakan cara atau metode utama bagi pelajaran lisan (verbalized learning), selama tahun-tahun permulaan di sekolah. Perlu dicatat misalnya bahwa anak yang cacat dalam membaca haruslah meneruskan pelajarannya di kelas yang lebih tinggi dengan lebih banyak melalui menyimak daripada melalui membaca.

c. Walaupun menyimak pemahaman (listening comprehension) lebih unggul daripada membaca pemahaman (reading comprehension), namun anak-anak sering gagal untuk memahaminya dan tetap menyimpan, memakai, menguasai sejumlah fakta yang mereka dengar atau mereka simak.

d. Oleh karena itu, para siswa membutuhkan bimbingan dalam belajar menyimak lebih efektif dan lebih teratur lagi agar hasil pengajaran itu baik.

e. Kosakata simak (listening vocabulary) yang sangat terbatas mempunyai kaitan dengan kesukaran-kesukaran dalam membaca secara baik.

f. Bagi para siswa yang lebih besar atau yang lebih tinggi kelasnya, korelasi antara kosakata baca dan kosakata simak (reading vocabulary dan listening vocabulary) memang sangat tinggi, mungkin 80% atau lebih.

g. Pembeda-bedaan atau diskriminasi pendengaran yang jelek sering kali dihubungkan dengan membaca yang tidak efektif dan mungkin merupakan suatu faktor pendukung atau faktor tambahan dalam ketidakmampuan membaca (poor reading).

h. Menyimak turut membantu sang anak untuk menangkap ide pokok atau gagasan utama yang diajukan oleh sang pembicara; bagi para siswa yang lebih tinggi kelasnya ternyata bahwa membaca lebih unggul daripada menyimak sesuatu yang mendadak dan memahami informasi yang terperinci.

Para pakar lain mengemukakan pendapat sebagai berikut.

a. Baik membaca maupun menyimak menuntut dari para siswa pemilikan suatu kesiapan kecakapan. Hal ini mencakup kedewasaan mental, kosakata, kemampuan mengikuti urutan ide-ide, dan minat terhadap bahasa.

b. Pada umumnya, maksud dan tujuan membaca dan menyimak bersifat fungsional dan apresiatif. Dalam membaca dan menyimak fungsional, anak-anak berhubungan dengan atau diarahkan pada penemuan fakta-fakta, penangkapan suatu ide umum, mengikuti petunjuk-petunjuk, atau mengikuti bahan itu bekerja dengan cara lain. Dalam membaca serta menyimak apresiatif, anak-anak telah siap menikmati suatu cukilan dengan maksud tertentu; suatu cerita demi humornya, suatu puisi demi ekspresinya, atau mereka dapat pula mengombinasikan fungsi dan apresiasi dalam membaca atau menyimak dengan suatu pandangan bagi penciptaan suatu pandangan bagi penciptaan suatu dramatisasi.

c. Baik dalam membaca maupun menyimak, biasanya kata bukanlah merupakan kesatuan pemahaman tetapi memengaruhi pemahaman terhadap frasa, kalimat, dan paragraf. Anak-anak harus dapat mendengar dan menyimak dengan baik kalau mereka ingin memahami bagian yang disampaikan secara lisan; dan harus dapat dengan jelas kalau mereka membacanya secara tepat. Tetapi sejalan dengan persepsi yang tepat dalam kedua kegiatan tersebut harus pula diiringi oleh pemahaman akan makna kata. Pemahaman serta interpretasi terhadap paragraf-paragraf lisan maupun tertulis tergantung pula pada pemahaman makna kata-kata individual dalam konteksnya dan hubungan-hubungannya yang beraneka ragam.

d. Baik dalam membaca maupun menyimak, kesatuan pemahaman lebih tertuju pada frasa, kalimat, atau paragraf daripada pada kata tunggal itu sendiri. Pemahaman akan tertunjang kalau pembicara atau penulis menghindarkan kesalahan-kesalahan umum dalam ucapan, ejaan, dan pemakaian kata-kata. Baik membaca maupun menyimak memanfaatkan “tanda-tanda” dalam bentuk tulisan maupun lisan.

e. Sebagai tambahan terhadap pemahaman suatu kalimat atau bagian secara tepat, maka baik membaca maupun menyimak dapat melibatkan interpretasi kritis dan kreatif terhadap bahan. Dalam kedua situasi itu si penerima dapat saja secara kritis mempertanyakan ketepercayaan, keterandalan, atau reliabilitas sumber, relevansi argumen, atau daya rasa bahasa yang digunakan. Dalam kedua kasus itu si penerima dapat memanfaatkan pengalaman-pengalamannya terdahulu untuk mengombi-nasikan bahan-bahan tersebut ke dalam beberapa interpretasi yang segar, orisinal, dan personal; dengan kata lain: interpretasi yang cerah, asli, dan berpribadi.

f. Membaca dan menyimak dapat berlangsung dalam situasi-situasi individual atau sosial. Kegiatan-kegiatan yang kritis dan analitis kerap kali tumbuh dengan subur dan baik dalam situasi individual; reaksi-reaksi yang kreatif dan apresiatif dengan adanya rangsangan dari situasi kelompok. Analisis bagian-bagian propaganda dalam suatu pidato politik lebih mudah membacanya dalam kamar yang sepi dan tenang daripada menyimaknya di ruang yang penuh sesak serta hiruk-pikuk. Sebaiknya, apresiasi pembacaan (bersama) sesuatu puisi dapat diperkuat serta dipertinggi oleh suatu respons atau sambutan suatu kelompok antusias.

g. Untuk meningkatkan hasil yang hendak dicapai dalam membaca, maka seyogianyalah setiap keterampilan menyimak diikuti oleh kegiatan membaca yang sesuai dengan tujuan menyimak tersebut. Dengan kata lain: setiap listening goal harus diikuti oleh reading activity, seperti terlihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 2: Hubungan antara Tujuan Menyimak dan Kegiatan Membaca

Tujuan Menyimak

Kegiatan Membaca

(i) Untuk membedakan dan menemukan unsur-unsur fonetik dan struktur kata lisan.

(i) Mempergunakan cuplikan-cuplikan yang mengandung kata-kata yang bersajak.

(ii) Untuk menemukan dan memperkenalkan bunyi-bunyi, kata-kata, atau ide-ide baru kepada penyimak.

(ii) Membaca nyaring, langsung, atau buatan. Dalam hal ini rekaman dapat digunakan.

(iii) Menyimak secara terperinci agar dapat menginterpretasikan ide pokok dan menanggapinya secara tepat

(iii) Sesudah menyimak, menunjukkan ide pokok beserta detail-detail yang terpancar darinya.

(iv) Menyimak ide utama yang dinyatakan dalam kalimat topik atau kalimat penunjuk

(iv) Memahami kalimat penunjuk itu terjadi dalam posisi yang beraneka ragam.

3. Berbicara dan Membaca

Terdapat hubungan antara kegiatan berbicara dan membaca antara lain sebagai berikut.

a. Performansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan berbahasa lisan

b. Pola-pola ujaran yang tunaaksara atau buta huruf mungkin sekali mengganggu pelajaran membaca bagi anak-anak

c. Pada tahun-tahun permulaan sekolah, ujaran membentuk suatu dasar bagi pelajaran membaca, maka membaca bagi anak-anak yang lebih tinggi kelasnya turut membantu meningkatkan bahasa lisan mereka; misalnya: kesadaran lingusitik mereka terhadap kata-kata baru atau istilah-istilah baru, struktur kalimat ynag baik dan efektif, serta penggunaan kata-kata yang tepat.

d. Kosakata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung. Andai kata muncul kata-kata baru dalam buku bacaan siswa, maka hendaklah sang guru mendiskusikannya dengan siswa agar mereka memahami maknanya sebelum mereka mulai membacanya.

4. Berbicara dan Menulis

Komunikasi lisan dan komunikasi tulis erat sekali berhubungan karena keduanya mempunyai banyak kesejajaran bahkan kesamaan, antara lain sebagai berikut.

a. Sang anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis dan kosakata, pola-pola kalimat, serta organisasi ide-ide yang memberi ciri kepada ujarannya meruapakan dasar bagi ekspresi tulis berikutnya.

b. Sang anak yang telah dapat menulis dengan lancar, biasanya dapat pula menuliskan pengalaman-pengalaman pertamanya secara tepat tanpa diskusi lisan pendahuluan tetapi dia masih perlu membicarakan ide-ide rumit yang diperolehnya dari tangan kedua. Bila seorang anak harus menulis suatu uraian, menjelaskan suatu proses, ataupun melaporkan suatu kejadian sejarah (yang secara pribadi belum pernah dialaminya), maka dia mengambil pelajaran dari suatu diskusi kelompok pendahuluan. Dengan demikian, dia dapat mempercerah pikirannya, mengisi kekosongan-kekosongan, memperbaiki kesan-kesan yang keliru, serta mengatur ide-idenya sebelum dia menulis sesuatu.

c. Aneka perbedaan pun terdapat antara komunikasi lisan dan tulis. Ekspresi lisan cenderung ke arah kurang berstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap, tetapi biasanya lebih kacau serta membingungkan daripada ekspresi tulis. Kebanyakan pidato atau pembicaraan bersifat informal, dan sering kali kalimat-kalimat orang yang berpidato atau yang berbicara itu tidak ada hubungannya satu sama lain. Sang pembicara memikirkan ide-idenya sambil berbicara dan kerap kali dia lupa bagaimana terjadinya suatu kalimat, lama sebelum dia menyelesaikannya.

d. Membuat catatan serta merakit bagan atau kerangka ide-ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan akan menolong para siswa untuk mengutarakan ide-ide tersebut kepada para pendengar. Para siswa harus belajar berbicara dari catatan-catatan dan mereka membutuhkan banyak latihan berbicara dari catatan agar penyajiannya jangan terputus-putus dan tertegun-tegun. Biasanya bagan yang dipakai sebagai pedoman dalam berbicara sudah cukup memadai kecuali dalam kasus laporan formal dan terperinci yang memerlukan penulisan naskah yang lengkap sebelumnya.

Menyimak dan membaca erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna. Dalam penggunaannya, keempat keterampilan tersebut sering sekali berhubungan satu sama lain.

5. Membaca dan Menulis

Telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa membaca dan menulis merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Menulis adalah kegiatan berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan membaca merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat reseptif. Seseorang menulis guna menyampaikan gagasan, perasaan atau informasi dalam bentuk tulisan. Sebaliknya, seseorang membaca guna memahami gagasan, perasaan, atau informasi yang disajikan dalam bentuk tulisan tersebut.

Dalam menulis, seseorang harus melalui tahap-tahap perencanaan, penulisan, dan revisi. Dalam melakukan perencanaan sering kali penulis melakukan aktivitas membaca yang ekstensif dan intensif guna menelusuri informasi, konsep-konsep atau gagasan-gagasan yang akan dijadikan bagian dari bahan tulisannya, kemudian, dalam proses penulisan si penulis sering melakukan revisi-revisi dengan cara membaca, lalu menulis kembali secara berulang-ulang. Jadi, tampak jelas bahwa kemampuan membaca penting sekali bagi proses menulis.

Sebaliknya pula, dalam kegiatan membaca pemahaman sering kali kita harus menulis catatan-catatan, bagan, rangkuman, dan komentar mengenai isi bacaan guna menunjang pemahaman kita terhadap isi bacaan, bahkan kadang-kadang kita merasa perlu untuk menulis laporan mengenai isi bacaan guna berbagi informasi kepada pembaca lain atau justru sekadar memperkuat pemahaman kita mengenai isi bacaan. Selain itu, mungkin pula kita terdorong untuk menulis resensi atau kritik terhadap suatu tulisan yang telah kita baca. Jadi, tampak begitu erat kaitan antara aktivitas membaca dan menulis dalam kegiatan berbahasa.


Tugas untuk Kelas A-08

Perkuliahan Senin, 28 September 2009


Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!

1. Sebutkan urutan penguasaan keterampilan berbahasa yang Anda ketahui!

2. Menyimak dan membaca termasuk keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif. Apa maksudnya?

3. Berbicara dan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif. Apa maksudnya?

4. Kapan kegiatan menyimak dapat dikatakan sebagai kegiatan menyimak interaktif?

5. Apakah yang dimaksud keempat keterampilan berbahasa merupakan caturtunggal?


Kirimkan jawaban Anda ke E-mail saya: derianggraini@yahoo.com.

Jawaban Anda saya tunggu sampai Senin, 28 September 2009 pukul 24.00 WIB.



Tugas untuk Kelas B-08

Perkuliahan Kamis, 17 September 2009


A. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!

1. Kapan seseorang dikatakan telah terampil menyimak?

2. Kapan seseorang dikatakan telah terampil berbicara?

3. Kapan seseorang dikatakan telah terampil membaca?

4. Kapan seseorang dikatakan telah terampil menulis?

5. Apa manfaat penguasaan keterampilan berbahasa?


B. Refleksi

Silakan Anda merefleksi diri Anda.

Keterampilan berbahasa apa yang paling Anda kuasai?

Keterampilan berbahasa apa yang paling belum Anda kuasai?

Apa harapan Anda terhadap perkuliahan Bahasa Indonesia 3?


Kirimkan jawaban Anda ke E-mail saya: derianggraini@yahoo.com.

Jawaban Anda saya tunggu sampai Kamis, 17 September 2009 pukul 24.00 WIB.



Tugas untuk Kelas B-08

Perkuliahan Kamis, 1 Oktober 2009


Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!

1. Sebutkan urutan penguasaan keterampilan berbahasa yang Anda ketahui!

2. Menyimak dan membaca termasuk keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif. Apa maksudnya?

3. Berbicara dan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif. Apa maksudnya?

4. Kapan kegiatan menyimak dapat dikatakan sebagai kegiatan menyimak interaktif?

5. Apakah yang dimaksud keempat keterampilan berbahasa merupakan caturtunggal?


Kirimkan jawaban Anda ke E-mail saya: derianggraini@yahoo.com.

Jawaban Anda saya tunggu sampai Kamis, 1 Oktober 2009 pukul 24.00 WIB.