BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN
Setelah mempelajari topik ini, diharapkan mahasiswa dapat mengetahui pentingnya bahasa Indonesia dan ragam bahasa Indonesia yang relevan dengan kegiatan akademik.
B. MATERI
1. Ragam Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang terpenting di negara kita. Pentingnya bahasa Indonesia itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoeng-djoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia” dan pada Undang-Undang Dasar 1945 kita yang di dalamnya tercantum pasal khusus yang menyatakan bahwa “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”. Selain itu, penting tidaknya suatu bahasa juga dapat dilihat dari jumlah penutur, luas penyebaran, dan peranannya sebagai sarana ilmu, seni sastra, dan pengungkap budaya.
Bahasa Indonesia yang sangat luas wilayah pemakaiannya dan bermacam ragam penuturnya menimbulkan ragam bahasa Indonesia yang berbeda-beda. Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat juga turut berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia. Meskipun ragam bahasa beraneka macam, ciri dan kaidah tata bahasa, pembentukan kata, dan tata makna umumnya sama. Itulah sebabnya, kita masih dapat memahami orang lain yang berbahasa Indonesia. Di samping dapat memahami orang lain berbahasa Indonesia, kita juga dapat mengenali perbedaan dalam perwujudan bahasa Indonesianya.
Kriteria penggolongan yang berbeda menimbulkan ragam bahasa Indonesia yang berbeda pula. Menurut sarananya, bahasa Indonesia dibagi ke dalam ragam lisan dan ragam tulis. Ditinjau dari sudut pandang penutur, ragam bahasa Indonesia diperinci menurut patokan daerah, pendidikan, dan sikap penutur. Ragam daerah sejak lama dikenal dengan istilah logat atau dialek. Masing-masing dialek dapat dipahami secara timbal balik oleh penuturnya, sekurang-kurangnya oleh penutur dialek yang berdampingan. Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak bahasa Indonesia yang biasa disebut langgam atau gaya. Pemilihannya bergantung pada sikap penutur terhadap orang yang diajak berbicara atau terhadap pembacanya. Ragam bahasa menurut pendidikan formal menunjukkan perbedaan yang jelas antara kaum yang berpendidikan formal dengan yang tidak. Bahasa orang yang berpendidikan pada umumnya memperlihatkan pemakaian bahasa yang apik. Ragam bahasa ini lazim digolongkan dan diterima sebagai bahasa baku.
2. Bahasa Indonesia Baku
Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam dua situasi, yaitu situasi resmi dan santai. Bahasa Indonesia yang digunakan dalam situasi resmi disebut bahasa Indonesia baku, sedang yang digunakan dalam situasi santai disebut bahasa Indonesia tidak baku. Bahasa Indonesia baku dan bahasa tidak baku sering disebut pula ragam formal dan ragam informal, atau ragam standar dan ragam nonstandar, atau ragam resmi dan ragam santai.
Menurut Kridalaksana (1991:20) bahasa Indonesia tidak baku hanya dipakai sebagai alat komunikasi dalam lingkungan pergaulan sehari-hari, seperti dalam percakapan di warung-warung, di persimpangan jalan, dan di toko-toko, sedangkan ragam bahasa Indonesia baku digunakan dalam lingkungan berikut:
a. komunikasi resmi, seperti surat-menyurat resmi, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan, dan sebagainya.
b. bahasa dalam wacana teknis, seperti buku-buku pelajaran, buku-buku hasil penelitian, karangan ilmiah, laporan resmi, dan lain sebagainya.
c. alat pembicaraan di depan umum, seperti ceramah, khotbah, kuliah, dan sebagainya.
d. alat pembicaraan dengan orang-orang yang dihormati dan atau orang-orang yang dihormati dan atau baru dikenal.
Bahasa Indonesia baku, sebagai bahasa yang dijadikan anutan atau tolok ukur dalam penggunaan berbahasa, memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Pemakaian fungsi-fungsi gramatikal (subjek, predikat, dan sebagainya) secara eksplisit dan konsisten (jelas dan taat asas).
TIDAK BAKU | BAKU |
1. Ia sedang ke Malang 2. Kapan datang? 3. Bapak di luar. 4. Dalam konferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok tidak memutuskan tempat penyelenggaraan konferensi berikut. 5. Ketidakefektifan rapat tersebut karena tidak direncanakan dengan baik. | 1. Ia sedang pergi ke Malang 2. Kapan (ia, Anda, Ali, Ibu) datang? 3. Bapak berada di luar. 4. a. Konferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok tidak memutuskan tempat penyelenggaraan konferensi berikutnya. b. Dalam konferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok tidak diputuskan tempat penyelenggaraan konferensi berikutnya. 5. Ketidakefektifan rapat tersebut terjadi karena tidak direncanakan dengan baik. |
b. Pemakaian prefiks me-, ber-, dan sebagainya serta sufiks -kan, -i, dan sebagainya -jika ada- secara eksplisit dan konsisten.
TIDAK BAKU | BAKU |
1. Banjir landa wilayah Purworejo. 2. Ia telah janji kepada saya. 3. Kita menanti hubungan dengan stasiun pusat. | 1. Banjir melanda wilayah Purworejo. 2. Ia telah berjanji kepada saya. 3. Kita menantikan hubungan dengan stasiun pusat. |
c. Pemakaian konjungsi bahwa dan karena -kalau ada- secara eksplisit dan konsisten.
TIDAK BAKU | BAKU |
1. Ia telah mengetahui rumahnya luluh lantak. 2. Ia beruntung rumahnya tidak roboh. | 1. Ia telah mengetahui bahwa rumahnya luluh lantak. 2. Ia beruntung karena rumahnya tidak roboh. |
d. Pemakaian pola frasa verbal yang betul -kalau ada-, yaitu aspek – pelaku – verba.
TIDAK BAKU | BAKU |
1. Pancasila kita wajib amalkan. 2. Surat Anda saya belum baca | 1. Pancasila wajib kita amalkan. 2. Surat Anda belum saya baca. |
e. Pemakaian konstruksi sintetis yang baik.
TIDAK BAKU | BAKU |
1. kasih tahu 2. bikin bersih 3. dia punya saudara 4. dikasih komentar | 1. memberitahukan 2. dibersihkan 3. saudaranya 4. dikomentari |
f. Pemakaian partikel lah, kah, pun -kalau ada- secara konsisten.
TIDAK BAKU | BAKU |
1. Datang tepat pada waktunya. 2. Bagaimana cara belajar yang baik? 3. Apa alasan Saudara saya tetap sulit menerimanya. | 1. Datanglah tepat pada waktunya. 2. Bagaimanakah cara belajar yang baik? 3. Apa pun alasan Saudara saya tetap sulit menerimanya. |
g. Terbatasnya jumlah unsur-unsur leksikal dan gramatikal dari dialek-dialek regional dan bahasa-bahasa daerah yang belum dianggap unsur bahasa Indonesia.
TIDAK BAKU | BAKU |
1. Anda sedang ngerjain apa? 2. Apa ini bukunya adikmu? 3. Rumah ayahnya Siska besar sendiri di kampung ini. 4. Bapak Lurah juga rawuh. | 1. Anda sedang mengerjakan apa? 2. Apa ini buku adikmu? 3. Rumah ayah Siska paling besar di kampung ini. 4. Bapak Lurah juga hadir. |
h. Pemakaian unsur-unsur leksikal yang baku.
TIDAK BAKU | BAKU |
1. silahkan 2. tapi 3. situ 4. bilang 5. gini 6. gimana 7. sama (bilang sama dia) 8. nggak 9. dong 10. deh | 1. silakan 2. tetapi 3. Anda/ Saudara/kamu 4. mengatakan 5. begini 6. bagaimana 7. kepada 8. tidak 9. - 10. - |
i. Pemakaian kata-kata turunan yang bebas dari pengaruh kata turunan yang pembentukannya menyimpang dari kaidah penurunan kata yang menyimpang.
TIDAK BAKU | BAKU |
1. mengetrapkan 2. mentertawakan 3. metaati 4. menterjemahkan 5. mentelaah 6. merubah, dirubah 7. mengenyampingkan 8. menyuci 9. menyontoh 10. terlentang, berserta | 1. menerapkan 2. menertawakan 3. menaati 4. menerjemahkan 5. menelaah 6. mengubah, diubah 7. mengesampingkan 8. mencuci 9. mencontoh 10. telentang, beserta. |
j. Pemakaian ejaan resmi dalam ragam tulis.
3. Bahasa Indonesia Ilmiah
Bahasa Indonesia ilmiah merupakan ragam bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan informasi ilmiah. Ragam ini memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain. Beberapa perbedaan yang tegas antara ragam bahasa ilmiah dengan ragam bahasa umum bertautan dengan makna, konsep, dan kosakata.
Di dalam bahasa umum, suatu kata atau ekspresi dapat lebih memiliki satu makna. Sebaliknya, dalam bahasa ilmiah, suatu kata atau istilah digunakan untuk merepresentasikan satu konsep atau makna. Prinsip ketunggalan makna ini sangat penting dalam ragam ilmiah. Hal tersebut diperlukan untuk menjamin agar tidak terjadi kerancuan dalam pemahaman konsep atau makna yang dimaksud penulis atau pembicara oleh pembaca atau pendengar.
Beberapa ciri khusus yang membedakan ragam bahasa ilmiah dengan ragam bahasa umum secara singkat diuraikan berikut ini.
a. Cendekia
Kecendekiaan bahasa ilmiah tampak pada kemampuannya dalam mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat. Ciri ini diwujudkan dengan penyusunan kalimat yang mencerminkan ketelitian sehingga rumusan kalimat-kalimatnya menyerupai proposi logika. Perhatikan contoh di bawah ini.
(1) Kemajuan informasi pada era globalisasi ini dikhawatirkan akan terjadi pergeseran nilai-nilai moral bangsa Indonesia terutama pengaruh budaya barat yang masuk ke negara Indonesia yang dimungkinkan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan moral bangsa Indonesia.
(2) Pada era globalisasi informasi ini dikhawatirkan akan terjadi pergeseran nilai-nilai moral bangsa Indonesia terutama karena pengaruh budaya barat yang masuk di Indonesia.
Contoh kalimat (2) di atas secara jelas mampu menunjukkan hubungan kausalitas tetapi hal itu tidak terungkap secara jelas pada contoh (1).
Kecendekiaan juga tampak pada ketepatan dan kesaksamaan penggunaan kata. Karena itu, bentukan kata yang dipilih harus disesuaikan dengan muatan isi pesan yang akan disampaikan. Perhatikan contoh di bawah ini.
(3) (4)
penulisan tulisan
pembuatan buatan
pembahasan bahasan
pemberian berian
Kata-kata pada contoh (3) menggambarkan suatu proses, sedangkan contoh (4) menggambarkan suatu hasil. Dalam pemakaian bahasa ilmiah, penggunaan kedua jenis bentukan tersebut perlu dilakukan secara cermat.
b. Lugas dan Jelas
Bahasa ilmiah digunakan untuk menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat. Setiap gagasan hendaknya disampaikan secara langsung sehingga makna yang ditimbulkan oleh pengungkapan itu adalah makna lugas. Perhatikan contoh-contoh berikut.
(5) Para pendidik yang kadangkala atau bahkan sering kena getahnya oleh ulah sebagian anak-anak mempunyai tugas yang tidak ringan.
(6) Para pendidik yang kadang-kadang atau bahkan sering terkena akibat ulah sebagian anak-anak mempunyai tugas yang berat.
(7) Penanaman moral di sekolah sebenarnya merupakan kelanjutan dari penanaman moral di rumah yang dilakukan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang merupakan mata pelajaran paling strategis karena langsung menyangkut tentang moral, juga diintegrasikan ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran Agama, IPS, Sejarah, dan Kesenian.
(8) Penanaman moral di sekolah sebenarnya merupakan kelanjutan dari penanaman moral di rumah. Penanaman moral di sekolah dilaksanakan melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang merupakan mata pelajaran paling strategis karena langsung menyangkut tentang moral. Di samping itu, penanaman moral juga diintegrasikan ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran Agama, IPS, Sejarah, dan Kesenian.
Contoh (6) bermakna lugas, sedangkan contoh (5) bermakna tidak lugas, yang tampak pada pilihan kata-kata kena getahnya dan tidak ringan. Contoh (7) tidak mampu mengungkapkan gagasan secara jelas, antara lain karena kalimatnya terlalu panjang. Hal ini berbeda dengan contoh (8), kalimat-kalimatnya pendek sehingga mampu mengungkapkan gagasan secara jelas.
c. Menghindari Penggunaan Kalimat Fragmentaris
Kalimat fragmentaris (kalimat yang belum selesai) terjadi antara lain karena adanya keinginan penulis mengungkapkan gagasan dalam beberapa kalimat tanpa menyadari kesatuan gagasan yang akan disampaikan. Berikut ini contoh kalimat fragmentaris.
(9) Kalau pada zaman Kalijaga, kesenian wayang termasuk dalam ceritanya digunakan sebagai media penyebaran agama. Maka di masa sekarang lebih tepat apabila penanaman budi pekerti dalam cerita wayang melalui pengajaran apresiasi.
(10) Kalau pada zaman Kalijaga kesenian wayang, termasuk ceritanya, digunakan sebagai media penyebaran agama, sekarang kesenian wayang itu digunakan sebagai media penanaman budi pekerti melalui apresiasi.
Contoh (9) menunjukkan penggunaan kalimat fragmentaris, yang kemudian kesalahan itu dibetulkan pada kalimat (10).
d. Ringkas dan Padat
Ciri keringkasan direalisasikan dengan tidak adanya unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan (mubazir). Ini berarti menuntut kehematan dalam penggunaan bahasa ilmiah. Sementara itu, ciri padat merujuk pada kandungan gagasan yang diungkapkan dengan unsur-unsur bahasa itu. Karena itu, jika gagasan yang terungkap sudah memadai dengan unsur bahasa yang terbatas tanpa pemborosan, ciri kepadatan sudah terpenuhi. Dengan demikian, ciri ringkas dan padat tidak dapat dipisahkan.
(11) Nilai etis tersebut menjadi pedoman bagi setiap warga negara Indonesia.
(12) Nilai etis sebagaimana tersebut di atas menjadi pedoman dan dasar pegangan hidup dan kehidupan bagi setiap warga negara Indonesia.
Contoh (11) termasuk bahasa ilmiah yang ringkas, sedangkan contoh (12) adalah bahasa yang tidak ringkas.
Keringkasan dan kepadatan bahasa ilmiah tidak hanya ditandai dengan tidak adanya kata-kata yang berlebihan akan tetapi juga ditandai dengan tidak adanya kata dan paragraf yang berlebihan dalam suatu paparan ilmiah.
e. Formal dan Objektif
Ciri keformalan bahasa dapat dilihat dari lapis kosakata, bentukan kata, dan struktur kalimat. Penggunaan kosakata bernada formal seperti berkata, membuat, hanya, dan bentukan kata bernada formal seperti pada membaca, menulis, tertabrak dianjurkan dalam bahasa ilmiah. Bandingkan dengan kosakata bilang, (mem)bikin, cuma, dan bentukan kata mbaca, nulis, dan ketabrak.
Pada tataran kalimat keformalan suatu kalimat ditandai oleh kelengkapan unsur wajib, ketepatan penggunaan kata fungsi, dan kebernalaran isi. Perhatikan contoh berikut.
(13a) Moelono (1989) menyatakan bahwa bahasa ilmiah itu lugas dan eksak serta
menghindari kesamaran dan ketaksaan dalam pengungkapan.
(13b) Menurut Moelono (1989) menyatakan bahwa bahasa ilmiah itu lugas dan eksak serta menghindari kesamaran dan ketaksaan dalam pengungkapan.
Contoh (13a) memenuhi persyaratan kelengkapan unsur kalimat, sedangkan kalimat (13b) tidak (kalimat fragmentaris).
(14a) Setiap perguruan tinggi wajib melaksanakan pengabdian kepada masyarakat.
(14b) Setiap perguruan tinggi wajib melaksanakan pengabdian pada masyarakat.
Penggunaan kata fungsi secara tepat tampak pada contoh (14a), sedangkan penggunaan kata fungsi yang tidak tepat pada contoh (14b).
Ciri objektif diwujudkan dengan menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak pengembangan kalimat dan menggunakan kata dan struktur kalimat yang mampu menyampaikan gagasan secara objektif. Perhatikan contoh berikut.
(15) Contoh-contoh itu telah memberikan bukti alangkah besarnya peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian anak.
(16) Contoh-contoh itu telah memberikan bukti besarnya peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian anak.
Contoh (15) kurang mampu menunjukkan sifat objektif paparan ilmiah, sedangkan contoh (16) dapat menunjukkan paparan ilmiah yang bersifat objektif.
f. Konsisten
Unsur-unsur bahasa, ejaan, tanda baca dalam bahasa Indonesia ilmiah digunakan secara konsisten. Sekali sebuah unsur digunakan sesuai kaidah, unsur selanjutnya digunakan secara konsisten. Selain itu, dalam pemberian nama atau istilah, ragam bahasa ilmiah bukan saja berpijak pada kesepakatan sistem dan pola melainkan juga berpegang pada prinsip kekonsistenan penggunaannya sesuai dengan disiplin ilmu tertentu. Apabila pada bagian awal uraian telah terdapat singkatan PPL (Praktik Pengalaman Lapangan), maka pada uraian selanjutnya cukup digunakan singkatan PPL tersebut.
g. Bertolak dari Gagasan
Bahasa ilmiah berciri bertolak dari gagasan. Dalam bahasa ilmiah dianjurkan penggunaan kalimat pasif sebagai upaya penonjolan gagasan atau hal-hal yang diungkapkan. Penggunaan kalimat aktif dengan penulis sebagai pelaku perlu dihindari.
(17) Dari uraian tadi penulis dapat menyimpulkan bahwa menumbuhkan dan membina anak berbakat sangat penting.
(18) Dari uraian tadi dapat disimpulkan bahwa menumbuhkan dan membina anak
berbakat sangat penting.
Contoh (17) berorientasi pada penulis, sedangkan contoh (18) berorientasi pada gagasan.
C. LATIHAN
A. Berilah tanda (√) di belakang kalimat yang memiliki ciri-ciri bahasa Indonesia Baku!
1. Ia sedang ke Surabaya.
2. Bapak berada di kantor.
3. Ia telah janji kepada saya.
4. Kita menantikan hubungan dengan stasiun pusat.
5. Ia telah mengetahui adiknya sakit.
6. Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa saat ini telah terjadi perubahan politik di kalangan umat Islam tentang boleh-tidaknya perempuan menjadi presiden.
7. Ia tidak masuk sekolah karena sakit.
8. Datanglah tepat pada waktunya.
9. Anda sedang ngerjain apa?
10. Apa ini bukunya adikmu?
11. Tadi malam Bapak Lurah juga rawuh.
12. Di dalam buku ini mengemukakan cara mendaftarkan tanah dengan benar menurut hukum dan tata cara pembukaan lahan pertanian dengan tidak melanggar hukum.
13. Bagi mahasiswa baru menganggap bahwa OPSPEK adalah arena perpeloncoan atau perbadutan.
14. Banyak anggota masyarakat belum menyadari tentang pentingnya sektor pariwisata.
15. Buku ini mengupas teori-teori pembangunan yang diterapkan di suatu negara.
16. Buku ini berbicara tentang teori-teori pembangunan yang diterapkan di suatu negara.
17. Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggung ekonomi negara harus senantiasa ditingkatkan.
18. Menurut para ahli ekonomi, dalam kondisi riil perekonomian Indonesia sekarang ini, di mana asas kekeluargaan antarbisnis tidak mudah ditemukan.
19. Pancasila kita wajib amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
20. Buku ini berbicara tentang teori-teori pembangunan yang diterapkan di suatu negara.
B. Jawablah soal berikut dengan jelas!
1. Betulkan dalam setiap kesempatan kita harus menggunakan bahasa Indonesia baku? Jelaskan jawab Anda!
2. Berikan contoh penggunaan bahasa Indonesia yang benar, tetapi tidak baik!
3. Berikan contoh pemakaian bahasa Indonesia yang tidak benar, tetapi baik!
4. Sebutkan ciri-ciri bahasa ilmiah!
Kirim jawaban Anda ke E-mail saya: derianggraini@yahoo.com
Batas waktu pengiriman jawaban bagi kelas A-09 adalah Senin, 28 September 2009
pukul 24.00.
Batas waktu pengiriman jawaban bagi kelas B-09 adalah Selasa, 29 September 2009
pukul 24.00.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar