03 September 2009

Kumpulan Puisi

P u l a n g !

: 2 6 8 4

Deri Anggraini

Masih menyengat bau tanah basah
masih membiru lautan yang dulu
Alam yang menyisakan kenangan
jalan yang menahan jejak langkah
dan pintu gerbang yang menjadi saksi ketulusan jiwa

Aku pulang membawa jiwaku,
membawa rindu, membawa hatiku sepenuh dulu
Aku pulang untuk bahagia
Aku pulang meniti buih yang kini tak lagi merintih
Padamu, pulang!



22 Desember 2003





Pagi di sebuah arena

Deri Anggraini

Duduk menghadap lalu lalang yang melelahkan mata
Mendekap asa dalam kebebasan yang tak bertuan
Pagi ini bebas
Sebebas awan yang menjatuhkan air di atas langit
Pagi ini bebas sebebas camar di atas laut yang pernah kusinggahi
Dulu!






NOSTALGI

Dalam dingin yang membawaku pada rindu, pada sepi, pada hangat

Aku menangis untuk kemudian menyanyi……………………………...

Malam, 22 April 2005

11.31 WIB






Sebuah Catatan Kematian

Dalam malam kubisikkan kata

teruntuk hati yang terluka di satu masa

manalah satu hati yang memangsa jiwa

dahaga yang merenggut segala naluri pun membantah

jika hati ini berpaling

Tak ada jiwa yang hidup ketika hatiku mati di suatu waktu lalu

Segala terlupa dalam gelap tak bercahaya

Segala sempurna bagai kematian yang tak terduga

Hidup dan mati adalah derita bagi jiwa yang tak merasa

Jiwa yang tak merasa

Sebuah yang kuyakini

Kumendamba satu hidup yang membawaku terbang

bersama jiwa-jiwa penuh cinta

Mati, untuk hidup kembali!

Malam. 22 April 2005

11.25 WIB





Suatu malam di pelataran rumah agung

: bisu!

Deri Anggraini

Bukan karena tak ada bintang ataupun bulan

yang menyaksikanku

Bukan karena tak ada cahaya yang putih memutih

tapi permata yang gugu tanpa waktu

: Aku kalut dalam malam yang tak

menghadirkan bintang menghadirkan bulan

ku berhenti dalam waktu yang tak hadirkan jejak

Bagaimana hati ini menyatu dalam satu yang bisu ?





Dari balik jendela

Deri Anggraini

I Lima dara menari di batas kota

Atas tiang tiang lampu

Bersama laron

II Lima dara menari di batas kota

Berpendar dalam sketsa

Bersatu luruh

III Lima dara menari di batas kota

Bagaikan santapan bisu

Di pagi buta

2002




Cerita Bagian Satu

Deri Anggraini

Bayi yang lahir dari rahim ibu

Membawa pedih dalam tali ari yang terputus

Sakit mungkin ! atau bahkan lebih sakit

Dari goresan pisau bedah yang mendedel perut ibu

Bayi belum bergigi

maka tak nampak deretan gigi

yang nantinya akan menggertak

Hampir terlupa bahwa itulah sakit yang pertama

Bayi lahir dari rahim ibu

Demikian adanya…

Singgasana, 20 Desember 2003

Cerita bagian Dua

Rona merah di wajah sang puteri

Memugar kesucian terbawa

Laksana merah di atas putih

Tak bisa berdusta

Sang puteri tahu ia berada

Dalam peluk penuh kasih

Dalam hidup penuh benci

Dalam rengkuh manusia tak berhati

Sang puteri tahu ia berada

Dalam cinta yang tak membuahkan bahagia

Dalam cinta yang penuh noda

Dalam cinta yang memang harus ada

Walau tak dianggap ada , mati

Ia masih bernafas

Singgasana, 21 Desember 2003


Cerita Bagian Tiga

Gadis kecil bertopi merah

bersepatu hitam

berkasud renda

Blouse putih dan skirt senada topi

Memanggul kelinci belang di pundak

Ia menari berjingkat perputar melayang

Seperti penari balet di atas arena

Gadis kecil terus menari menyanyi

Membawakan sepatu kaca dan potong bebek

Namun siapa tahu hatinya

Barangkali ia tengah berdansa

Dengan kesunyian yang mulai merambah

Yang pasti tatapnya kosong dan membaur

Mataku tak sanggup lagi mengikuti

Tak sanggup lagi malihat

Terlalu indah , Oh…

Singgasana, 21 Desember 2003

Cerita Bagian Empat

Sang puteri bertemu pangeran

Di bulan tujuh tahun ke lima

Di taman bunga sekolah tua

Alangkah bahagia sang puteri

Berteman dalam dansa malam ini

Senyumnya lepas hingga tak nampak kerutan itu

Kerutan yang selalu menggetarkan hati

Matanya penuh dan berkilau

Kilauan yang memukau

Sang puteri bertemu pangeran

Di bulan tujuh tahun ke lima tak perlu diubah

Singgasana, 21 Desember 2003


Cerita Bagian Lima

Tarian yang menggetarkan hati

Memasuki gerakan ke lima

Semakin lembut dan halus

Tak ada yang tahu

Kapan tarian itu berakhir

Dan sepeti apa gerak penghabisan kali

Semua mata terpana memandang ke satu titik

Sang puteri dan pangeran!

Jemari yang tadinya terpaut tiba-tiba terlepas

Jarak yang sejengkal kini melebar

Uh.. mereka terpental

Selesai sudah…

Pertunjukan malam ini

Singgasana, 21 Desember 2003





2 komentar:

NEFRIANA mengatakan...

puisi yang menyentuh mbak...aku paling suka yang Nostalgi..

DERI ANGGRAINI mengatakan...

Puisi lama,Dik. Sekarang dah jarang nulis.. pulang2 dah ngantuk.